Segala Puji bagi Allah Ta’ala Rabb semesta alam, Sang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Betapa indah segala kekuasaanNya dan tak terhingga limpahan nikmat karuniaNya. Shalawat beriring salam semoga senantiasa terlimpah kepada Rasulullah serta kepada segenap pengikut beliau yang berpegang teguh dengan tuntunan ajarannya hingga akhir masa.
Saudaraku…
Tak sekejap mata pun barlalu melainkan penuh dengan anugerah dan nikmat Allah Ta’ala, di antara keikmatan tersebut adalah kesempatan meraih pahala dan menggapai kemuliaan. Kesempatan itu silih berganti mengiringi perjalanan kehidupan setiap hamba, setiap bagian waktu yang di lewati setiap hamba selalu akan bermakna dan setiap sikap perbuatanya akan mewujudkan amal shalih dan ketaatan. Cermatilah, shalat lima waktu dalam perputaran satu hari satu malam, shalat jum’at di setiap pekan, shaum hari senin dan hari kamis di setiap pekan, shaum di hari putih di pertengahan setiap bulan, shaum selama satu bulan Ramadhan yang dilanjutlkan dengan anjuran shaum enam hari di bulan Syawal di setiap tahun, serta ibadah-ibadah kaya pahala di hari-hari mulia bulan Dzulhijjah. Demikian seterusnya kesinambungan amal shalih yang menjadi kesempatan bagi setiap Muslim untuk menggapai kemulaian di sisi Allah Ta’ala.
Dan ternyata tidak hanya ini saja, adapula haji dengan beragam manasiknya, ada ibadah umroh, shaum hari arafah bagi selain pelaksana ibadah haji dan shaum hari asyura. Demikian pula zakat wajib, anjuran berinfak, bersedekah dan berbagi kedermawanan. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar baik dengan ucapan maupun tindakan yang arif bijaksana, serta berbagai aktifitas ibadah yang pastinya akan menghiasi setiap langkah kehidupan seorang Muslim. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Apabila engkau telah usai (dari sebuah amal kebaikan) maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan kebaikan yang lainya) dan hanya kepada Rabbmu hendaklah engkau berharap” (QS. Asy-Syarh: 6-7)
Idul Adha adalah salah satu hari raya di antara dua hari raya kaum Muslimin, dan merupkan rahmat Allah Ta’ala bagi umat Muhammad. Hal ini di terangkan dalam hadits Anas tatkala beliau berkata, “Dahulu penduduk Madinah pada zaman jahiliyyah memiliki dua hari raya di setiap tahun yang menjadi waktu mereka bermain bersuka ria padanya, maka tatkala Nabi tiba di Madinah, Nabi bersabda, ”Dahulu kalian memiliki dua hari raya yang kalian bermain dan bersuka ria padanya, sungguh Allah Ta’ala telah menggantikannya dengan dua hari raya yang lebih baik darinya, yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.”
KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH
1. Allah Ta’ala menjadikannya sebagai hari-hari yang maklum (telah ditentukan)
Allah Ta’ala berfirman :
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan ibadah haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki maupun dengan mengendarai unta yang datang dari segenap penjuru yang jauh, agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.” (QS. Al-Hajj: 27-28)
Ibnu Abbas mengatakan, ‘hari-hari yang maklum itu ialah sepuluh hari (pertama) bulan Dzulhijjah.“ Demikian pula Al-Bukhari membawakan riwayat Ibnu Abbas ini dalam kitab shahihnya.
2. Allah Ta’ala bersumpah dengan malam-malam sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
Yang demikian ini menunjukan bahwa hari-hari tersebut memiliki keistimewaan di sisi Allah. Allah Ta’ala berfirman artinya, ”demi fajar dan demi sepuluh malam .“ (QS. Al-Fajr: 1-2)
Ath-Thabari berkata, “dan yang benar tentang tafsir ayat ini adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sebagaimana kesepakatan dasar penetapan tafsir tersebut dari para ahli tafsir .”
3. Amal shalih yang dilakukan disepanjang sepuluh hari bulan Dzulhijjah lebih dicintai oleh Allah Ta’ala daripada waktu-waktu selainnya
Rasulullah mengabarkan hal ini dalam sabda beliau, “tidak ada hari-hari yang pada waktu itu amal shalih lebih dicintai oleh Allah Ta’ala melebihi sepuluh hari pertama (di bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah (melebihi keutamaanya)’, beliau melanjutkan, ‘tidak pula jihad di jalan Allah (melebihi keutamaanya), kecuali seorang yang keluar (berjihad di jalan Allah) dengan jiwa raga dan hartanya kemudian ia tidak kembali dengan semua itu sedikitpun.” (HR. Bukhari no. 969 dan Abu Dawud no. 2438 keduanya dari Ibnu Abbas)
4. Sepuluh hari pertama Dzulhijjah merupakan sebaik-baiknya hari di dunia ini
Rasulullah bersabda, “Sebaik baik hari di dunia ialah hari hari sepuluh (yakni sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah) Ditanyakan kepada Rasulullah, ‘tidak pula sama baiknya dengan jihad di jalan Allah?’ Beliau menjawab, ‘tidak pula sama dengan jihad di jalan Allah, melainkan seseorang yang wajahnya penuh dengan debu tanah.” (HR. Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Ibnu Hibban)
5. Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah terdapat hari Arafah yang agung
Tentang keagungan hari Arafah, Rasulullah bersabda, “tiada hari yang padanya Allah Ta’ala lebih banyak membebaskan para hamba dari api neraka melebihi hari Arafah. Sesungguhnya Allah Ta’ala mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malikat seraya berfirman, “apakah yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim no. 3275)
6. Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah juga terdapat hari nahr yakni hari penyembelihan kurban
Tentang keagungan hari nahr ini, Rasulullah mengungkapkan, “sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Ta’ala ialah hari nahr (hari kurban) kemudian hari al-Qirr.” Hari Al-Qirr artinya hari menetap yakni pada tanggal 11 Dzulhijjah pada saat jam’aah haji menetap di Mina.
7. Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah terkumpul pilar ibadah yang utama
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “nampakanya sebab yang menjadikan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah istimewa adalah karena padanya terkumpul pilar-pilar ibadah yang utama yaitu: shalat, puasa, sedekah dan haji, yang (semua) ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain.”
8. Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah memiliki keistimewaan sebagaimana halnya sepuluh malam terakhir bulan Ramdhan
Bilamana seseorang bertanya, “manakah yang lebih afdhal(utama); sepuluh hari terkahir di bulan Ramadhan ataukah sepuluh sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah?” Maka sesungguhnya Imam Ibnul Qoyyim pernah menjelaskan, ‘maka yang benar ialah, bahwa malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan lebih afdhal dan utama dari malam-malam sepuluh hari Dzulhijjah dan hari-hari sepuluh awal bulan Dzulhijjah lebih afdhal lagi utama daripada hari-hari sepuluh terkhir bulan Ramadhan …..yang menguatkan hal ini ialah, bahwa malam-malam sepuluh hari terkhir bulan Ramadhan menjadi lebih istimewa dengan keberadaan malam lailatul qadar, sementara hari-hari sepuluh awal bulan Dzulhijjah menjadi lebih istimewa dengan keberadaan hari-hari mulia seperti hari nahr (kurban), hari Arafah dan hari tarwiyah.” Wallahu A’lam.