Oleh : Wajdi Kholid
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
“ Dan janganlah kamu sekali-kali mensholatkan (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri untuk mendoakan di kuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rosul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.”(QS. At Taubah: 84 )
Sebab Turunnya Ayat
Diriwayatkan oleh Imam Bukhori di dalam shohihnya dari Abdullah bin Umar -rodiyallahu ‘anhuma- berkata, “Ketika Abdullah bin Ubay meninggal, anaknya mendatangi Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wa sallam- kemudian meminta dari beliau -sholallahu ‘alaihi wa sallam- agar memberikan pakaian beliau sebagai sebagai kafan ayahnya, maka beliau memberikannya. Lalu, ia juga meminta Beliau untuk mensholatkan ayahnya. Ketika Rosulullah berdiri hendak mensholati Abdullah bin Ubay, maka Umar berdiri dan menarik baju Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wa sallam- seraya berkata, “Ya Rosulullah, mengapa Engkau mensholatinya padahal Allah sudah melarangMu untuk sholat kepadanya?!”. Maka Rosulullah berkata, “Sesungguhnya Allah telah memberiku pilihan”. Maka Allah berkata, “Apakah kamu meminta ampunan untuk mereka atau tidak meminta ampunan untuk mereka, itu sama saja”, maka turunlah ayat ini.
Hukum yang terkandung dalam ayat di atas
Larangan untuk mensholati seorang munafiq dan larangan berdiri di atas kuburannya untuk berdoa.
Korelasi dengan ayat sebelumnya
Setelah Allah memerintahkan kaum muslimin untuk berlepas diri dari orang-orang munafik, maka Allah pada ayat ini menyebutkan beberapa perkara untuk berlepas diri dari munafik.
Tafsir Ayat
Firman Allah, “Dan janganlah kamu sekali-kali sholat atas seseorang yang mati”, salat yang dimaksud di dalam ayat ini adalah sholat jenazah. Adapun kata ganti di firman Allah “di antara mereka” yang dimaksud adalah orang-orang munafik. Kemudian firman Allah “dan janganlah kamu berdiri di atas kuburnya”, maksudnya adalah janganlah kalian berdiri di atas kuburan dia untuk mendoakan atau untuk berziaroh. Kuburan adalah tempat dikuburnya manusia di dalam tanah.
Firman Allah, “Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rosul-Nya”, menjelaskan alasan larangan mensholati mereka, yaitu dikarenakan mereka “mati dalam keadaan fasik”, mereka berpisah dan meningalkan dunia dalam keadaan murtad kepada Allah dan kufur serta keluar dari batasan yang telah ditentukan. Mereka sungguh telah sesat hingga mereka disifati dengan orang-orang yang fasik setelah mereka disifati sebagai orang-orang yang kufur dikarenakan oleh labilnya kondisi mereka dan sifat-sifat buruk mereka.
Sebagian para ahli ilmu menyatakan bahwa firman Allah “Dan janganlah kamu sekali-kali mensholatkan (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka” menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan sholat jenazah atas kaum muslimin yang meninggal dunia. Mereka menjelaskan bahwa larangan sholat untuk orang kafir itu dikarenakan kekafiran mereka, sehingga apabila kekufuran telah hilang dari diri seseorang, maka diwajibkan untuk mensholatkannya.
Pendapat yang benar, ayat di atas hanya menunjukkan disyariatkannya sholat jenazah atas kaum muslimin yang meninggal dunia. Sedangkan dalil yang menunjukkan kewajiban melaksanakan salat jenazah atas kaum muslimin yang meninggal dunia adalah ijma’ para ulama dan sabda Rosulullah –sholallahu alaihi wa sallam- ketika Najasyi meninggal dunia, yaitu:
“Sesungguhnya saudara kalian telah wafat, berdirilah kalian lalu sholatilah dia”
Kaum muslimin telah sepakat tidak diperbolehkan seorang muslim meningalkan sholat untuk saudaranya muslim yang meninggal dunia meskipun dia telah melakukan dosa besar.
Hukum-hukum:
1. Larangan mensholati orang kafir yang meninggal dunia.
2. Disyariatkan sholat jenazah atas seorang muslim yang meninggal dunia dalam kondisi beriman.
3. Disunnahkan berziaroh ke kuburan kaum muslimin selama tidak melakukan hal-hal yang berbau syirik.
4. Disunnahkan saling tolong-menolong dalam proses penguburan seorang muslim.
Disadur dari Tafsir Ayatil Ahkam lisyeikh Abdul Qodir Syeibatulhamd (oleh Wajdi Kholid).