Memurnikan Niat

Oleh : Aldo Bagus Sadana

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .

Dari Amirul Mu’minin Abu Hafs Umar bin Al Khottob -radiallahuanhu-, dia berkata, “Saya mendengar Rosulullah -shollallahu’alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan itutergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedudukan hadits

Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata, “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu”. Dikatakan sepertiga ilmu, karena perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan, dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya.

Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, bahwa beliau berkata, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh”.

Sejumlah ulama menyatakan, “Hadits ini merupakan sepertiga Islam”.

Sebab wurud hadits

Hadits ini muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah, karenanya, ia dijuluki Muhajir Ummu Qais (Berhijrah demi Ummu Qois).

Makna hadits

Maksud amal (perbuatan) dalam kalimat “Segala amal (perbuatan) hanya menurut niatnya” yang terdapat dalam hadits di atas adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama Islam.

Para Ulama berbeda pendapat dalam memahami kalimat di atas. Sebagian dari mereka memahami bahwa niat adalah syarat, sehingga amal tidak sah tanpa niat. Sebagian yang lain memahami bahwa niat adalah penyempurna, sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.

Adapun sabda Nabi –sholallahu ‘alaihi wa sallam– : “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”, maka Khathabi menjelaskan, bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu, kalimat ini menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya.

Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan, bahwa niat menjadi syarat sahnya amal, sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah sholatnya, walahu a’lam.

Sabda Nabi –shalallahu ‘alaihi wa sallam-, “Dan barangsiapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” menurut kaedah baku bahasa arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya atau mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, namun dhohir kalimat ini menunjukkan bahwa kalimat syarat dan jawab syaratnya sama. Oleh karena itu, kalimat syarat dalam kalimat ini maksudnya adalah niat atau maksud baik, artinya, barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.

Faedah Hadits

Beberapa faedah yang bisa diambil dari hadits ini, antara lain:

  • Niat merupakan syarat diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat karena Allah –ta’ala-.
  • Niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
  • Ikhlas dan memurnikan niat semata-mata karena Allah –ta’ala- harus ada dalam semua amal shalih dan ibadah
  • Ganjaran pahala seorang mukmin berdasarkan kadar niatnya.
  • Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah, jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah, maka perbuatan tersebut akan bernilai ibadah.
  • Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
  • Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman, karena niat adalah perbuatan hati. Iman menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan.

Referensi: Syarhul Arba’in An Nawawiyah oleh Ibnu Daqiq Al ‘ied dan oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. (oleh Aldo Bagus Sadana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *