Oleh Risyad Rois alumni Pesantren Islam Al Irsyad ke 19 tahun 2010, diedit oleh Ustadz Tauhidin Ali Rusdi Sahal
Nasab dan suku beliau
Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib (Syaibatul Hamd) bin Hasyim (‘Amr Bin Abdu Manaf), dari suku Quraisy. (secara lengkap nasab nabi adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib (alias Syaibatul Hamd) bin Hasyim (alias Amru) bin Abdul Manaf (alias al-Mughiroh) bin Qushoy (alias Zaid) bin Kilab bin Murroh bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr (alias Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (alias Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan, -ed)
Suku Quraisy, mereka adalah anak keturunan Ismail bin Ibrahim -alaihima salam- dari garis keturunan Adnan, Quraisy adalah nama dari Fihr Bin Malik, yang kemudian nama itu dijadikan nama suku. Mereka adalah suku yang diberi kehormatan untuk menjaga ka’bah dan memakmurkannya.
Masa kecil beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
Beliau -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dilahirkan pada tahun gajah (yang diperkirakan tahun 571 M), tahun dimana pasukan gajah yang dipimpin Abrahah menyerang ka’bah. Terlahir dari seorang wanita yang baik nasabnya, aminah bint wahb. Dan dari ayah yang terpandang di sukunya (suku quraisy), Abdullah bin Abdul Mutthalib. Beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- terlahir dalam keadaan yatim, karena ayahnya meninggal saat beliau masih dalam kandungan ibunya. Pada pagi hari yang penuh berkah itu, seorang aminah bint wahb mungkin tak pernah menyadari bahwa anak yang dilahirkannya tersebut akan menjadi seorang tokoh yang agung, seorang pemimpin ummat yang akan selalu dihormati sampai hari kiamat kelak, -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Setelah melahirkan bayi yang agung itu, Ibu Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-menyampaikan berita gembira ini pada ayah dari suaminya (mertuanya, -ed), yang bernama Abdul Mutthalib. Mengetahui cucunya telah lahir, dia mendatangi bayi itu dangan bahagia, dibawanya Rasulullah yang masih bayi itu masuk ke dalam ka’bah, dia pun berdo’a dan bersyukur pada Allah ta’ala. kemudian nama “Muhammad” pun dipilihnya untuk bayi ini atas kehendak Allah. Nama yang tidak biasa digunakan bangsa arab pada zaman itu.
Pada masa kecilnya, beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- disusui oleh Ibunya selama satu minggu, kemudian Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- disusui oleh budak Abu lahab (paman Nabi) yang bernama Tsuwaibah. Kemudian disusui oleh seorang wanita dari bani sa’d, yaitu Halimah binti Abdullah. Halimah sendiri mengakui bahwa Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- membawa berkah yang sangat banyak selama Ia menyusui beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. saat itu kampung bani sa’d sedang mengalami kekeringan, sapi dan kambing pun tidak bisa diperah susunya, yang menyebabkan mereka kelaparan. Akan tetapi justeru semenjak hadirnya beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam kehidupannya, hanya kambingnya-lah yang banyak menghasilkan susu, sementara kambing-kambing lainnya tidak. Dan masih banyak lagi berkah-berkah lainnya yang Ia Halimatus-sa’diyyah) terima dari Allah ta’ala melalui perantara mengasuh beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- . Setelah dua tahun (mengasuh dan menyusui nabi, -ed) Halimah pun mendatangi Ibu beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan meminta izin agar Rasulullah yang saat itu masih kecil untuk tinggal lebih lama lagi bersamanya, sang Ibu pun mengizinkan dan Rasulullah pun kembali pada perkampungan bani Sa’d.
Peristiwa Pembelahan Dada
Saat beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berada di perkampungan bani sa’d, terjadi peristiwa besar pada diri beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. saat beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berumur sekitar empat tahun (menurut para muhaqqiq), terjadilah peristiwa pembelahan dada. Diriwayatkan oleh imam muslim, dari sahabat Anas -radliallahu ‘anhu- berkata : Jibril -’Alaihissalaam- datang kepada Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan beliau sedang bermain bersama anak-anak lain. Dan Jibril pun mengambilnya lalu membelah dadanya. Dia pun mengambil hatinya (jantung), dan mengeluarkan segumpal darah dari jantungnya, seraya berkata : ini adalah bagian syaithan darimu, kemudian dicucinya di bejana dari emas dengan air zam-zam. Kemudian mengembalikannya dan menyatukan kembali dada beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terbelah. Kemudian anak-anak yang bermain dengannya pun berlari menemui Ibu pengasuhnya, dan mereka berkata : Muhammad telah dibunuh !, kemudian mereka pun mendatanginya dan beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dalam keadaan pucat pasi, dan peristiwa ini benar benar terjadi sebagaimana riwayat dari Anas –radliallahu ‘anhu– berkata, aku pernah melihat bekas jahitan di dadanya –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Setelah kejadian itu akhirnya beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam– pun dikembalikan kepada Ibunya, karena kekhawatiran yang dirasakan oleh Halimah pada diri Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Rasulullah dalam asuhan Ibu kandungnya
Setelah peristiwa yang membuat takut Halimah dan keluarganya, akhirnya beliau pun tinggal bersama ibu kandungnya yaiut Aminah binti Wahb. Suatu hari, ibu beliau teringat kepada suaminya tercinta yang telah meninggal. Akhirnya ia memutuskan untuk mengunjungi makam suaminya yang ada di yatsrib (nama kota Madinah sebelum Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– hijrah). Akhirnya ia pun keluar bersama Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, pembantunya -Ummu Aiman-, dan mertuanya, abdul mutthalib. Perjalanan sejauh 500 kilometer pun ditempuhnya untuk mengunjungi makam suaminya tercinta. Disana ia tinggal selama satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekkah. Tetapi, diawal perjalanan pulangnya ia menderita sakit yang cukup parah. Kemudian bertambah parah dan ia pun meninggal di abwa’ (daerah antara madinah dan mekkah).
Referensi: Rahiqul Makhtum